neesdesign.com -Dalam beberapa waktu terakhir, penggunaan kata para menjadi viral di berbagai platform media sosial. Kata ini sering digunakan dalam kalimat-kalimat yang berhubungan dengan kelompok atau sekelompok orang, misalnya para pejabat, para influencer, atau para mahasiswa. Namun, belakangan ini muncul perdebatan tentang penggunaan kata ini yang dianggap berlebihan dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Lantas, apa yang sebenarnya salah dengan bahasa kita ketika kata para menjadi viral?
Penggunaan ‘Para’ yang Semakin Meluas
Secara etimologi, kata para dalam bahasa Indonesia merupakan sebuah kata yang berfungsi untuk menunjukkan bentuk jamak atau plural pada kata benda yang lebih dari satu orang atau benda. Misalnya, dalam kalimat “Para siswa sedang belajar,” kata para menunjukkan bahwa subjek yang dimaksud adalah lebih dari satu siswa.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan kata para telah meluas dan kadang digunakan pada tempat yang tidak tepat. Contohnya, dalam penggunaan para pejabat negara yang seharusnya cukup dengan pejabat negara saja. Penggunaan kata para di sini dianggap berlebihan dan tidak perlu. Hal ini tentu saja berpotensi membuat kalimat menjadi terdengar janggal dan mengurangi efektivitas komunikasi.
Mengapa ‘Para’ Menjadi Viral?
Fenomena penggunaan para yang berlebihan dan kemudian viral ini bisa jadi merupakan akibat dari kecenderungan masyarakat untuk mengikuti tren atau gaya bahasa yang berkembang di media sosial. Media sosial, dengan algoritma yang menyesuaikan tren, mempermudah sebuah kata atau frasa menjadi viral hanya karena banyak orang yang menggunakannya. Di sisi lain, adanya ketidaktahuan atau ketidakpedulian terhadap kaidah bahasa yang benar juga berperan dalam penyebaran penggunaan para yang tidak sesuai konteks.
Selain itu, fenomena ini juga bisa dikaitkan dengan pergeseran budaya komunikasi yang semakin kasual. Dalam interaksi sehari-hari, banyak orang cenderung menggunakan kata yang lebih mudah dan praktis, tanpa mempertimbangkan ketepatan bahasa yang digunakan.
Apa yang Salah dengan Bahasa Kita?
Fenomena viralnya penggunaan kata para ini dapat menunjukkan adanya penurunan kesadaran terhadap pentingnya menjaga kebersihan dan keakuratan bahasa. Bahasa adalah alat komunikasi yang penting, dan ketepatan dalam menggunakan bahasa akan sangat mempengaruhi pemahaman serta efektivitas pesan yang ingin disampaikan.
Selain itu, kebiasaan menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah yang benar bisa mengarah pada penyalahgunaan bahasa dalam konteks yang lebih luas, terutama di media massa dan pemerintahan. Hal ini berisiko merusak kualitas bahasa Indonesia yang telah ditetapkan melalui aturan yang jelas.
Solusi untuk Memperbaiki Penggunaan Bahasa
Untuk mengatasi fenomena ini, penting bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Sosialisasi mengenai kaidah bahasa Indonesia yang benar sebaiknya terus dilakukan, baik melalui pendidikan formal, media, maupun kampanye di media sosial. Masyarakat juga perlu diingatkan akan pentingnya ketepatan bahasa agar pesan yang disampaikan tidak membingungkan atau menyesatkan.
Dalam dunia media sosial yang serba cepat ini, pengguna bahasa harus lebih selektif dalam memilih kata yang tepat agar komunikasi tetap efektif dan tidak terjebak pada penggunaan kata yang berlebihan, seperti para yang tidak perlu.
Kesimpulan
Ketika kata para menjadi viral, itu menunjukkan adanya pergeseran dalam penggunaan bahasa yang tidak selalu sesuai dengan kaidah yang berlaku. Meskipun bahasa berkembang seiring waktu, penting bagi kita untuk tetap menjaga ketepatan penggunaan bahasa agar komunikasi tetap berjalan dengan baik dan tidak kehilangan makna. Memahami dan menggunakan bahasa yang benar adalah salah satu cara untuk menjaga kualitas bahasa Indonesia agar tetap efektif dan tepat guna dalam berbagai konteks.