neesdesign.com -Pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang akan mulai diberlakukan pada 2025 memicu protes dari berbagai pihak di Indonesia. Keputusan ini menjadi kontroversial karena dianggap memberatkan masyarakat, terutama bagi kalangan berpenghasilan rendah. Namun, ada dua skenario yang memungkinkan pembatalan atau peninjauan kembali kebijakan ini, sesuai dengan dinamika yang berkembang dalam masyarakat dan pemerintahan.

Skenario 1: Revisi UU Pajak

Skenario pertama yang memungkinkan pembatalan PPN 12 persen adalah dengan melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) yang mengatur mengenai pajak, terutama UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). UU HPP yang disahkan pada 2021 mencakup kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen. Jika terdapat tekanan kuat dari masyarakat, organisasi bisnis, ataupun kalangan politisi yang merasa keberatan dengan kebijakan ini, maka revisi terhadap UU HPP bisa menjadi jalan keluar.

Dalam hal ini, anggota DPR atau pihak terkait dapat mengajukan revisi dan melakukan pembahasan lebih lanjut. Pembatalan atau penurunan tarif PPN dapat dilakukan melalui proses legislasi dengan persetujuan mayoritas dari DPR. Namun, perubahan ini tidak akan terjadi dalam waktu singkat, karena proses revisi UU membutuhkan kajian mendalam serta diskusi dengan berbagai pihak terkait.

Skenario 2: Peninjauan dan Implementasi Bertahap

Skenario kedua yang memungkinkan adalah peninjauan kembali implementasi PPN 12 persen dan pelaksanaannya yang lebih bertahap. Pemerintah bisa mempertimbangkan opsi ini jika tekanan terhadap kenaikan tarif semakin besar, terutama terkait dengan dampaknya terhadap daya beli masyarakat. Salah satu bentuk peninjauan yang bisa dilakukan adalah dengan memperkenalkan tarif PPN yang lebih rendah untuk barang atau jasa tertentu yang dianggap esensial bagi masyarakat.

Selain itu, pemerintah bisa memperkenalkan kebijakan implementasi bertahap dengan memberikan periode transisi yang lebih lama. Hal ini memungkinkan pelaku usaha dan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kebijakan yang terjadi. Dalam skenario ini, beberapa sektor atau kelompok masyarakat yang terdampak paling besar bisa mendapatkan kompensasi atau bantuan, sehingga kebijakan ini lebih dapat diterima oleh berbagai pihak.

Dampak Protes terhadap PPN 12 Persen

Sejak pengumuman PPN 12 persen, berbagai kalangan, termasuk pengusaha kecil, buruh, dan masyarakat berpenghasilan rendah, menyuarakan ketidaksetujuan mereka. Mereka menganggap bahwa kenaikan tarif ini akan meningkatkan harga barang dan layanan, yang pada gilirannya akan memperburuk kondisi ekonomi masyarakat yang sudah kesulitan akibat inflasi dan biaya hidup yang semakin tinggi.

Protes ini mendapat perhatian dari banyak pihak, dan beberapa kalangan mengusulkan agar tarif PPN tetap dipertahankan pada angka 10 persen untuk menjaga daya beli masyarakat tetap stabil. Bahkan, ada yang menyarankan agar pemerintah mencabut kebijakan tersebut untuk menghindari ketegangan sosial yang lebih besar.

Kesimpulan

PPN 12 persen yang direncanakan untuk diberlakukan pada 2025 memang memicu kontroversi dan protes dari berbagai pihak. Namun, dengan dua skenario yang mungkin, yaitu revisi UU pajak atau peninjauan kebijakan dengan implementasi bertahap, ada peluang bagi pemerintah untuk merespons protes dan menyesuaikan kebijakan tersebut. Pemahaman dan komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci dalam penyelesaian isu ini agar tercipta kebijakan yang adil dan berkelanjutan.

By admin